Wednesday, January 28, 2015

Poster dan Trailer Unik Ukuran Semut - Film "ANT MAN" (2015)

Sekali lagi Marvel Studio mengangkat salah satu karakter komiknya ke layar lebar. Mengikuti para pendahulunya seperti Iron Man, Captain America, Thor, dan Hulk yang lebih dahulu dibuat versi movie live action-nya, berikutnya Ant Man akan ikut bergabung bersama karakter lainnya dalam Marvel Cinematic Universe. Dikabarkan film yang akan dirilis pada tanggal 17 Juli 2015 ini akan dibintangi oleh  sebagai Scott Lang / Ant-Man dan  yang akan berperan berperan sebagai Hank Pym, seorang ilmuwan yang menciptakan kostum Ant Man sekaligus orang pertama yang menggunakannya.

Film ini menceritakan tentang kisah seorang pencuri ulung bernama Scott Lang yang harus menunjukkan sisi kepahlawanan dalam dirinya untuk membantu Dr. Hank Pym melindungi rahasia di balik kostum Ant Man yang mampu membuat siapapun yang memakainya menyusut hingga seukuran semut, tetapi dengan kekuatan yang meningkat. Main villain atau musuh utama dalam film ini kabarnya adalah Darren Cross a.k.a. Yellowjacket yang berusaha mengambil alih perusahaan Dr. Pym dan menguasai teknologinya demi mengembangkan kostum Yellowjacket-nya.


Mendekati tanggal penayangan film, ada-ada saja yang dilakukan pihak Marvel Studio dalam melancarkan promosinya. Seperti biasanya sebuah film selalu mengeluarkan poster atau trailer promosi sebelum tayang di bioskop. Begitupun dengan film garapan sutradara  ini. Namun, ada yang unik dari promosi film yang bercerita tentang "manusia semut" ini. Ya, poster dan trailer promosi untuk film ini dibuat dalam ukuran semut.



Bisa dilihat gambar di atas adalah poster teaser dari film Ant Man. Terus mana Ant Man-nya? Kok cuma tulisan judulnya doang?
Ah, masa ga keliatan sih? Itu lho, yang di tengah. 
Mana? Ga ada ah..
Nih, dizoom dulu biar jelas.. :-D


Bukan hanya poster, video trailernya pun dibuat dalam ukuran yang sangat kecil. Ya bisa dibilang video yang diunggah di youtube dengan judul "1st Ant-Sized Look at Ant-Man - Marvel's Ant-Man Teaser Preview" ini hanya layak dilihat oleh makhluk berukuran sangat mini. 




Beberapa hari kemudian barulah Marvel merilis video teaser trailer dalam ukuran human-sized yang layak ditonton oleh manusia.

Hahaha, lucu yah. Ada-ada saja usaha yang dilakukan pihak Marvel untuk menarik minat orang-orang untuk melihat trailer mereka. Poster dan video semacam ini tentunya mengundang rasa penasaran orang untuk melihatnya bukan? Terutama bagi para penggemar film-film bergenre superhero dan science fiction seperti saya ini. Beberapa orang malah menanggapi poster dan trailer unik ini dengan cara yang lucu dan mengundang tawa di berbagai media sosial. Lihat saja...

                     

Hahaha, ada-ada saja bukan? Semoga tidak hanya poster dan trailernya saja yang menarik, tetapi juga filmnya nanti. Banyak yang menantikan dan menaruh harapan film ini akan jadi film yang bagus. Dalam forum-forum penggemar superhero di internet pun Ant Man termasuk salah satu film yang ditunggu-tunggu kehadirannya. Penasaran? Tunggu saja tanggal mainnya, 17 Juli 2015. Saksikan di bioskop-bioskop kesayangan Anda.



PS:
Seperi biasanya, di akhir tulisan selalu ada quote yang saya tambahkan. 
Kali ini kutipan yang saya ambil dari satu percakapan favorit saya dalam trailer Ant-Man (2015).

Hank Pym: Scott, I need you to be the Ant-Man.
Scott Lang: One question... Is it too late to change the name? 



Monday, January 26, 2015

Sepotong Kisah Dari Tanah Papua

Saat pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, rasanya tak ada yang berbeda dari apa yang selama ini aku bayangkan tentang tanah Papua. Kulihat pemandangan yang tak pernah kujumpai di tempat asalku di Jawa Tengah. Hutan hijau yang masih lebat, deretan pegunungan yang tampak di kejauhan,tumbuhan pakis liar di tepi tanah-tanah rawa, babi-babi ternak berkeliaran di pinggir jalan tanpa malu-malu, burung nuri dan kakak tua yang terbang dengan bebasnya. Pemandangan ini begitu memanjakan mata dan pikiranku.

Kulihat wanita-wanita menggendong anak dengan noken (sejenis tas khas Papua) di kepala. Orang-orang berkoteka menggenggam panah di tangan. Anak-anak kecil tanpa alas kaki berjalan menyeret sebilah parang sambil menyeka ingus di hidungnya. Terbersit sedikit perasaan ngeri melihat mereka. Aku mulai khawatir, sanggupkah aku bertahan hidup disini. Namun semua itu seakan sirna seketika segurat senyum manis yang menampakkan deretan gigi putih menyertai sebuah sapaan hangat untukku, "selamat pagi, pak guru".

Tugasku mengajar sebagai guru matematika di SMP Negeri 1 Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua. Hari-hari di sekolah ini kulalui seperti umumnya seorang guru di tempat asalku dulu. Hampir tak ada bedanya. Hanya perlu usaha sedikit lebih keras untuk membuat murid-murid di sini memahami materi yang kusampaikan. Memang kemampuan akademis mereka sangat jauh bila dibandingkan dengan di daerah lain. Butuh dua sampai tiga kali aku mengulang-ulang penjelasan tentang suatu materi yang mungkin tergolong mudah bagi anak-anak SD di Jawa. Namun, mereka memliki semangat belajar yang patut diacungi jempol.

Suasana belajar di kelas VII D SMP Negeri 1 Dekai, Yahukimo, Papua

Menjadi seorang guru di Yahukimo bukanlah hal yang mudah. Namun, semua itu kuanggap sebagai tantangan besar yang semakin lama akan semakin mendewasakanku. Berjalan kaki satu jam dari tempat tinggalku ke sekolah masih sanggup kujalani. Mengulang-ulang materi pelajaran sampai murid-muridku paham tak membuatku bosan. Menu makanan sehari-hari yang seadanya dan itu-itu saja masih bisa kuterima. Panasnya udara kota Dekai pun masih bisa kutahan. Bahkan penyakit malaria yang berulangkali menjangkitiku pun tak mampu memundurkanku. Kerusuhan, perang antar suku, ah itu sudah biasa di sini. Pernah suatu hari aku mendampingi murid-murid mengikuti kejuaraan voli tingkat Kabupaten. Kami sempat terjebak di tengah baku panah antar dua kubu masyarakat yang kebetulan terlibat perang suku di lapangan tempat kami bertanding. Di sekolah pun pernah suatu hari ada sekelompok orang dengan panah dan parang mengamuk dan melempari kami dengan batu hanya karena anak dari salah satu kerabat mereka tidak naik kelas. Rasa takut pastilah ada. Namun, itu semua tidak sedikitpun menggoyahkan semangatku menjalankan tugas ini. Sebuah amanat, pengabdian, dan tanggung jawab yang besar untuk membawa sedikit perubahan bagi negeri ini. Memberi sedikit cahaya harapan untuk mereka yang menggenggam masa depan bangsa ini di tangannya.

Semoga apa yang telah kami lakukan ini, semua pengorbanan ini, tidak menjadi hal yang sia-sia. Walaupun kecil tapi kuharap ini bisa menjadi harapan dan semangat baru buat mereka di sana. Biarlah riak-riak kecil terkumpul menjadi ombak yang menggulung membentuk sebuah gelombang besar yang mampu memecah kerasnya batu karang kebodohan di negeri ini.

“Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan.” 
― Anies Baswedan, Menteri Pendidikan


Oleh:
Anjar Aditya Pramadita, S.Pd.
Peserta SM-3T angkatan III 
asal LPTK Universitas Negeri Semarang
daerah penempatan Kabupaten Yahukimo, Propinsi Papua

Sunday, January 25, 2015

Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia

Setelah sekian lamanya berjuang pontang-panting jungkir balik matia-matian menyelesaikan skripsi akhirnya aku dinyatakan lulus menyandang gelar Sarjana Pendidikan pada 7 Maret 2013. Sebuah gelar yang tidak sesederhana kedengarannya. Sungguh, menjadi seorang pendidik tidak seremeh temeh itu. Namun, tahu apalah aku saat itu yang hanya seorang sarjana anyaran, belum ada pengalaman apa-apa. Tahu apa aku soal tanggung jawab besar seorang guru, sosok yang dalam bahasa jawa bermakna digugu lan dituru, bukan yang wagu tur saru, apalagi yen dina Minggu gawene turu

Bukan alasan-alasan klise semacam "mengabdi untuk ibu pertiwi" yang awalnya membuatku ikut mendaftar program ini. Jujur, hatiku mungkin tidak semulia itu, pun tidak seidealis itu. Kebanyakan alasan yang meluncur di pikiranku saat mendengar tentang program dari pemerintah ini malah cenderung pragmatis. Uang saku yang lebih dari upah bulanan seorang guru honorer di Jawa; beasiswa PPG (Pendidikan Profesi Guru) gratis dan berasrama serta sertifikasi yang akan didapat setelah pelaksanaan program ini; dan pengalaman mengunjungi tempat-tempat terpencil nan indah di Indonesia, hal-hal itulah yang awalnya mendorongku mendaftarkan diri pada sebuah program dari Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertajuk "Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia" melalui program "Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T)".

Melalui berbagai proses pendaftaran dengan menyerahakan persyaratan administrasi, psikotes, uji kompetensi akademik, tes wawancara, dan tes kesehatan akhirnya terpilihlah aku sebagai salah satu peserta program SM-3T untuk LPTK Universitas Negeri Semarang (UNNES). Sebelum diterjunkan ke daerah 3T kami semua wajib mengikuti Program Prakondisi SM-3T untuk mempersiapkan mental dan fisik peserta SM-3T agar mampu bertahan hidup dan menyesuaikan diri  dengan kondisi di daerah tugas nanti. Program Prakondisi ini dilakukan selama 12 hari pada 1-12 September 2013 di Salatiga.

Pada saat kegiatan Prakondisi di Salatiga

Dalam kegiatan Prakondisi ini kami dibekali berbagai kemampuan dan keterampilan untuk beradaptasi di lingkungan yang sulit. Kondisi sosial masyarakat yang tentu saja memiliki adat istiadat yang sangat berbeda. Kami dibekali kemampuan survival oleh beberapa prajurit TNI yang ikut mengisi materi Prakondisi untuk dapat bertahan hidup di lingkungan geografis yang ekstrim. Selain itu kami juga diberi gambaran tentang kehidupan masyarakat di daerah 3T. Para siswa berjalan kaki berkilo-kilometer jauhnya tanpa alas kaki untuk pergi ke sekolah yang bahkan gurunya tidak berangkat. Kondisi seperti ini membuatku sadar betapa tidak meratanya pembangunan di negeri ini khususnya di sektor pendidikan. Karena siapa? Salah siapa? Tak usahlah menyalahkan siapa-siapa, jangan pula salahkan sang kodok

Bagaimana pendidikan bisa merata sampai ke pelosok negeri ini kalau guru-guru mudanya masih punya pikiran pragmatis macam saya ini. Alasanku mengikuti program inipun mulai sedikit berubah. Ah, bukan... masih belum se"mulia" yang tadi. Aku hanya ingin memberi sedikit perubahan buat negeriku ini. Walaupun kecil, tapi jika itu dapat setidaknya menginspirasi guru-guru muda yang lain maka perubahan itu akan menjadi seperti gulungan ombak yang semakin banyak lalu membentuk sebuah gelombang perubahan yang besar. Tentunya perubahan ke arah yang lebih baik.

Dan akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Pada tanggal 26 September 2013 aku bersama 29 orang guru-guru muda yang lain diberangkatkan ke daerah tugas kami. Setelah sebelumnya para peserta yang lain diberangkatkan menuju Kab. Aceh Besar (NAD), Kab. Landak (Kalbar), Kab. Ende (NTT), Kab. Manggarai (NTT), dan Kab. Paniai (Papua), sekarang giliran kami menuju Kabupaten Yahukimo, Papua. Sebuah tempat yang bahkan namanya pun belum pernah kami dengar sebelumnya. Namun, kami sudah siap mengemban tugas ini. Sebuah amanat dan tanggung jawab besar untuk membawa perubahan bagi negeri ini. 

Setidaknya aku pernah berjuang, berusaha menggoreskan sedikit ilmu untuk mereka. Setidaknya aku punya sedikit jawaban saat ada yang bertanya "apa yang sudah kau lakukan untuk negerimu?".
How about you? 


"Education is the most powerful weapon we can use to change the world"
~ Nelson Mandela